Kamu yang tertolak tapi tidak berubah. Kamu yang mengalah saat aku memaksa. Bagaimana bisa kamu sepengertian itu?
Salah penilaianku pada awalnya terhadapmu. Kamu merasa aku orang termanja yang pernah ada? Kamu merasa aku adalah orang yang banyak maunya? Kamu kira aku berlebihan? Nyatanya aku hanya orang udik yang berasal dari kampung dan datang ke kota penuh dengan gemerlapan. Aku kampungan.
Aku rasa kamu orang yang paling Gede Rasa kepada alam semesta. Orang yang tak pernah menegur pertama kali saat berpapasan. Jangankan menegur, tersenyum saja tidak. Begitulah kamu pada awalnya. Sangat mengesalkan dan menarik untuk di perbincangkan. Tapi, siapa sangka kamu ternyata tak semengerikan itu. Kamu tak sejahat yang kukira pada awalnya.
Kamu yang memang malas saja dengan keramahtamahan berlebihan yang dilakukan. Tapi kamu siap berkorban untuk seorang yang berarti untukmu. Kamu yang memang acuh dengan lingkungan. Tapi kamu bisa menjaga kepercayaan orang-orang. Kamu bisa bekerja di bawah tekanan. Karena pekerjaanmu selalu ditekan oleh orang-orang yang berkuasa itu. Tapi kamu bertahan, dan berkembang. Kamu memiliki kemampuan.
Ada satu istilah dari seorang kawanku untuk menggambarkan pekerjaanmu. Dia bilang itu sulap. Iya, kamu sering menyulap, sulap menyulap itu keahlianmu. Mengerjakan sebuah pekerjaan dalam satu kedipan mata. Bekerja hingga larut tanpa tambahan penghasilan, hanya pujian. Setelah dipuji setinggi langit, kamu akhirnya diberi tekanan yang baru lagi. Begitulah siklusmu. Kamu kesal? Wajar. Tapi selalu ku bilang, bahwa itu tandanya kamu dipercaya; kamu mampu; kamu bisa.
Herannya, dengan segala tekanan dan keluhanmu itu kamu tetap menghasilkan kesempurnaan. Kamu tetap memberikan kemaksimalan. Ini pujian. Aku hanya ingin mempersembahkan tulisan ini kepadamu, dan berkata "Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan" tapi hanya sedikit dari segala ketertekanan itu, aku tak bisa dibandingkan dengan kinerjamu, karena bidang kita memanglah tidak sama. Kita memiliki tanggung jawab masing-masing.
Aku tak terlalu tertekan dengan keseharianku di lantai 2 ini. Aku hanyalah datang pagi dan pulang sore tanpa berpayah-payah menguras otak dan pikiran seperti yang kamu lakukan. Aku hanyalah berpakaian seadanya dan mengerjakan kesantaian setiap harinya. Tak sepertimu yang setiap hari haruslah rapi dan ada pekerjaan baru yang harus menguras otak, tenaga, dan bahkan nyawa. Takaran kita berbeda dan itu yang membuatmu lebih kuat dariku.
Terima kasih atas kebaikanmu; semoga yang kamu kerjakan mendapatkan timbal balik yang setimpal. Semoga rencanamu di restui oleh sang Maha Pemilik Segalanya. Belajarlah bangun pagi, aku tahu sebenanya kamu orang yang rajin, apabila ada niat.
0 komentar:
Post a Comment