Hati itu berkata. Hati itu bersuara. Entah tangan ingin menuliskannya atau menghapusnya.
Beberapa waktu yang lalu, kekecewaan itu datang kepada hati yang telah kadung berharap. Kesal itu mencampuri rasa bahagia lepas tentang senda gurau dengan teman sejawat. Murung mendung menyelimuti sebuah majelis di sebuah surau. Ada sebuah hati yang saking kecewanya sampai-sampai berubah. Hati itu merubah sikap si empunya hati.
Hati itu menjauhi si pemberi kecewa. Tatapan mata penyesalan dan bahasa bibir "maaf" tak bisa mengembalikan susana baik-baik saja seperti semula. Penjelasan dari hati lain yang tak terlibat tak juga terlihat jelas di mata hati yang terkecewakan sekarang. Seharian penuh hanya rasa tak nyaman yang ditunjukkan kedua hati. Ada hati yang ingin menjelaskan, ada hati yang tak ingin mengungkitnya lagi. Ada hati yang ingin membaca pesan maaf, ada hati yang tak pernah mengirim pesan lagi. Benang itu bukan untuk dua hati ini.
Hati itu tak pernah tercipta sama. Hati yang satu tak bisa lagi menjadi biasa, takut terkecewakan lagi. Hati yang lain terlalu bingung untuk memulai dari mana agar kondisi kembali seperti sebelumnya. Hati yang satu tak ingin bertemu lagi, tak ingin menjadi canggung dan membuat gelagat jahat terhadap hati yang lain. Hati yang lain mengajak berbicara membahas mimpi-mimpi dan gosip- gosip agar terkesan akrab berusaha menjadi hati yang selalu baik. Kedua hati yang berbicara dengan bahasa yang berbeda. Itulah mengapa mereka tak tercipta untuk satu sama lain.
Ada hati yang berjanji pada diri agar tak berharap lagi. Hati ini telah merasakan sakitnya pengharapan. Karena sesungguhnya yang sakit adalah sebuah pengharapan, dan hati itu memang telah salah karena berharap. Harapan yang digantungkan hanya bermuara pada kekecewaan. Pantas saja ia kecewa, itulah akibat dari sebuah pengharapan. Harusnya ia berterma kasih atas kecewa itu. Karena kecewanya membuat ia sadar. Karena kecewanya membuatnya sadar. Karena kecewanya membuatnya sadar. Sengaja ditulis berulang, agar benar-benar ia sadar dan tak mengulanginya lagi.
0 komentar:
Post a Comment