Apakah sebuah senyum memiliki rasa manis?
Apakah rasa manis bisa di lihat?
Pagiku dengan senyuman manis itu, rasanya kenal. Iya, senyum itu tak asing. Berkenalan dengan senyum? Iya, pernah. Berkat kemajuan teknologi komunikasi, sekarang profil bisa dilihat di akun sosial media. Gampang sudah mengetahui orang itu hanya dengan mencarinya di platform instagram. Aplagi yang kita manjakan adalah mata, maka tepat sekali pemilihannya. Disana banyak foto yang akan terpampang. Tinggal klik, geser, klik, geser. Baca komentar untuk mengetahui lingkaran pertemanannya. Ya sekitar situ saja. Maka dalam kurang dari sejam kamu akan mengetahi separuh dari hidupnya. Gampang dan menjebak. Jahat memang. Dan jangan heran apabila sekarang setelah bertukar no wa atau id line, sasaran selanjutnya adalah id instagram. Karena hidupmu adlah sosial mediamu.
Ini bukan senyum manis pertamaku, ada seorang yang memiliki seyum manis itu juga dan kami berkenalan pada akhir 2013. Akhir tahun pertamaku di dunia perkuliahan, iya senyumnya manis. Terlalu manis apabila dikombinasikan dengan mata sipitnya. Hanya manisnya bukan untukku. Dia manis kepada orang lain, ya dan siapa yang dapat bertahan hanya untuk menjadi tak terlihat di mata sipitnya itu? Di kala itu aku terlalu mudah menyerah, tak bertahan hingga mata sipitnya benar-benar terbuka lebar melihatku. Aku meninggalkannya.
Senyum manis ini melekat hampir kesemua yang pintar untuk berdrama. Berpura-pura. Bermain peran pada waktunya. Contohnya bukan hanya mereka berdua di atas. Tapi hampir selalu yang aku temui dengan senyum manis ini begitu terhadapku. Kebiasaan yng sudah mendarah daging sepertinya. atau aku hany belum bisa melupakan senyum manis menyakitkan pertamaku.
Egois apabila menginginkan senyum itu hanya untuuku seorang. Padahal senyum itu hak dari seluruh bangsa ini. Lalu, membahas seyuman, teringat akan seseorang yang memng memiliki senyum sangat manis. Ini mungkin senyum manisku yang pertama kali. Senyum yang bisa membuat marahmu sirna dan percaya saja apa yang akan dirangkai setelah manis itu ada. Iya, aku dibutakan oleh senyumnya. Dia terbuki juara dalam memperdaya.
Sungguh, awalnya tak ingin membahas kamu lagi. Tapi selalu kamu dan tak ada habisnya kamu untuk dibahas. Senyummu saja masih sangat manis untuk yang pada terakhir kali melihanya pada tahun lalu. Haruskah aku pulang untuk menjemput senyum palsu masnismu itu lagi? Atau aku harus melanjutkan disini menghindarimu, menjauhimu sebisaku, dan berharap tiba-tiba saja lupa akanmu.
Lagi-lagi menulismu dengan ratusan kata. Lagi-lagi kamu tak akan mengetahuinya. Entah siapa yang akan membaca seluruh ketikan tentangmu in. Biasanya hanya aku sih. Kamu membuatku mengeluarkan sisi terlemahku. Sisi yang tak akan aku tunjukkan pada siapa pun juga. Hati-hati say kepada yang bersenyum manis, karena jurusnya ampuh mengiris dan di akhir membuat meringis.
0 komentar:
Post a Comment