Pintu utama ruang kerjaku berderit, terbuka dari arah luar. Sosok yang kukenali itupun mengucap salam dan masuk sambil menenteng daftar hadir. Dosen senior yang hendak mengajar di kelasnya pagi ini berkunjung. Beliau yang katanya telah lama berada di Vatikan tersenyum kepada seluruh penghuni ruangan. Beliau bertanya "sehat?".
Kami bergantian menjawab " Alhamdulillah, sehat".
Ini bukan pertama kali aku bercakap dengan beliau. Beliau sebelumnya pernah bercakap denganku masalah melanjutkan studi ke luar negeri. Beliau sangatlah mendukung golongan umur-umur produktif sepertiku melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Kesan pertamaku kepada beliau adalah sangat ramah dan suka menawarkan bantuan juga berwawasan terbuka.
Belaiu berbagi cerita tentang kelas yang diampunya, kelas filsafat hukum. Beliau bercerita tentang perdebatan beliau dengan seorang mahasiswal; tentang masalah hukum peradilan di Indonseia; tentang bagaimana awalnya putusan hakim di pengadilan negeri yang awalnya rendah, kemudian bisa bertambah berkali lipat dikala itu harus di sidang di pengadilan mahkamah agung yang jenjangnya lebih tinggi lagi. Maafkan apabila pemilihan kataku yang salah tempat dan salah pemahaman, karena aku bukanlah berasal dari latar belakang pendidikan hukum. Aku menerima koreksi akan ini.
Beliau dengan semangatnya bercerita meski beliau masih dalam posisi berdiri. Beliau menjelaskan dengan sangat berapi-api. Namun, aku hanya menelaah, mencoba memahami, meski hingga akhir tak dapat juga aku menyerap seutuhnya. Berikut adalah pengertian kata 'pincang' menurut kbbi (kamus besar bahasa Indonesia).
/pin·cang/ a 1 timpang kakinya atau timpang jalannya (karena pembawaan sejak lahir, karena terkilir, kena beling, dan sebagainya)
Aku pernah mecari ilustrasi di mesin pencari, tapi tak tega rasanya memasukkan keadaan yang tak sempurna itu. Aku harap para pembaca tak menuntut ketidakmampuan penulis kali ini dalam mengagambarkan keadaan yang bukanlah lingkungan biasa dari penulis.
Penulis hanya berbagi, yang sangatlah sulit untuk dibagikan.
0 komentar:
Post a Comment