Tanggal 4 itu.....
Ah, sudahlah!
Selamat tinggal tanggal 4.
![]() |
sumber: google |
Mari aku ceritakan sedikit tentang sosok penampik rasa ini. Dia seorang lelaki yang lebih tua dariku kurang lebih 10 bulan. Dia kakak kelasku dulu di bangku sekolah mengengah pertama. Kami kemudian dipersatukan oleh kota Yogyakarta. Iya, kami berkuliah di kota yang sama. Tapi Tuhan tak menakdirkan kami bertemu barang sekali di kota yang penuh dengan rasa nyaman itu. Hatinya tak terbuka untuk menemuiku yang hanya pengharap yang tak ada gunanya.
Pernah sekali aku nekat menyambangi kampusnya, menunggunya di dekat pintu masuk kampusnya, duduk di dekat pos satpam. Menyipitkan mata, melihat ke segala penjuru. Berharap dia kan menghampiri dan berkata "hai, apa kabar?". Namun dia tak kunjung ingin menemuiku pun. Rasanya waktu itu sangatlah sedih luar biasa. Perjuanganku bahkan tak bisa melunakkan hatinya.
Di masa lain, aku memohon untuk bertemu, sebelum kelulusannya. Dia beralasan bahwa dirinya sibuk dan sekali lagi menghancurkan hatiku. Hanya sekali dia pernah mengiyakan untuk bertemu di kota yang menyatukan kami saat jauh dari kota kelahiran kami, yaitu pada Juni 2016, saat dia wisuda.
Aku sungguh ingin kesana, bertemu dengannya untuk pertama kali setelah segala penolakan itu. Tapi, tetap saja kali ini kami tak dapat bertemu. Entah skenario apa yang telah dipersiapakan oleh Yang Maha Kuasa Alam Semesta. Pada hari itu aku harus menyelesaikan tugas kelompok dari mata kuliah yang 4 sks dan dosen dalam kategori killer. Ingin kumembelah diri diwaktu itu, sungguh. Tapi apa mau dikata, aku lebih memilih tugas itu dibandingkan dia. Ada sedikit penyesalan yang menghantuiku sampai sekrang, mengapa aku tak nekat saja waktu itu?
Masa lalu akan tetap di belakang dan tak kan bisa diulang, semua momen itu telah lewat sudah. Oh iya, dan kebingunaganku yang lain adalah apabila aku jadi mendatangi wisudanya adalah : aku harus memakai pakaian apa?; aku harus membelikan hadiah apa?; aku harus membawa bungakah?; aku harus pergi kemana?; aku harus berdandan kah?; dan faktanya aku pada masa itu sedang tak memiliki banyak uang untuk membayar taxi agar dapat mengantarkanku ketempat wisudamu. Belum lagi segala kebingunganku yang menyertai itu.
Tak lama setelah itu, kau kembali ke kota yang dulu mempertemukan kita untuk pertama kali. sebagai informasi, rumah kami terletak di satu kecamatan yang sama, kami satu rukun warga, hanya berbeda rukun tetangga.
Dan setelah kelulusannku, aku masih di Kota yang tak sempat mempertemukan kita ini. Aku masih di Yogyakarta, berusaha untuk mengambil hikmah dari pengalaman pengejaranmu yangtak kunjung dapat.
Selamat bekerja di bagian Indonesia yang lain, semoga sukses atas penolakanmu. Semoga aku tak menjadi sepertimu.
0 komentar:
Post a Comment